Ceramah Dr. Johannes Leimena pada Konferensi Sudi Pendidikan Agama Kristen di Sukabumi yang diadakan tanggal 20 Mei - 10 Juni 1955
Warga Negara, Negara dan Bangsa
Dua perkataan termasuk dalam nama
karangan ini : kewarganegaraan dan bertanggung jawab. Dalam perkataan
kewarganegaraan termasuk "warga negara": anggota dari suatu negara.
Artinya : seorang yang tidak dapat dipisahkan dari negaranya. Sebaliknya negara
tidak dapat dipisahkan dari anggota-anggotanya, seperti tangan, kaki, mata dan
sebagainya tidak dapat dipisahkan dari badan manusia. Badan adalah suatu
persekutuan yang organis (organisch geheel). Badan tanpa mata, kaki, tangan dan
sebagainya bukanlah suatu badan yang sempurna. Sebaliknya, kaki, tangan dan
sebagainya tidak dapat digerakkan serasi (doelmatig), kalau tidak ada mata dan
sebagainya. Badan merupakan suatu "fiunctionerend geheel",
persekutuan dari fungsi fungsitiap anggota. Anggota-anggota masing-masing
mempunyai fungsi, tempat dan maksud tersendiri dalam suatu
"organisme" yang hidup dan yang bekerja secara harmonis, menurut
aturan-aturan yang tertentu. Demikianlah juga negara dan anggota-anggotanya.
Tiap anggota mempunyai tempat, fungsi dan maksud dalam organisme yang disebut
negara itu. Warga negara sama dengan anggota suatu negara.
Apakah negara itu?
Negara adalah :
1. Persekutuan (gemeenschap) dari orang-orang yang hidup
dalam satu daerah (territorium);
2. Daerah ini mempunyai penduduk yang sebagian terbesar
hidup sebagai bangsa;
3. Persekutuan orang-orang ini mempunyaipemerintah.
Pemerintah ini mempunyai kekuasaan (macht) dan kewibawaan (gezag) dan mempunyai
alat-alat kekuasaan (machtsorganen).
Seterusnya negara mempunyai:
bendera, wapen (lambang), lagu.
Kita lihat bahwa negara dan
bangsa adalah terjalin satu dengan yang lain. Sebenarnya negara sebagai
"realitet" yang berdiri sendiri (zelfstandige werkelijkheid) tidak
ada, yang ada ialah bangsa. Negara adalah suatu organisasi dan suatu fungsi
dari bangsa.
Bertanyalah kita : Apakah bangsa
itu? Jawab: Bangsa adalah suatu persekutuan (gemeenschap) orang-orang yang
bukan saja :
1. Mempunyai satu daerah yang tertentu di mana ia hidup;
2. Mempunyai satu bahasa, dengan mana anggota-anggotanya
berhubungan satu dengan yang lain;
3. Mempunyai satu hasrat hidup bersama (seperti Renan
mengatakan: le desir d'ĂȘtre ensemble), tetapi juga
4. Mempunyai satu sejarah, yang membuktikan bahwa ia
mempunyai satu nasib (zaman yang lampau) dan menunjukkan satu tujuan (zaman
yang akan datang)
Pada tiap bangsa terdapat pula :
·
Suatu cara berpikir atas dasar/kesatuan (gelijkgestemd
denken);
·
Suatu cara beraksi atas dasar satu tujuan;
·
Suatu persamaan dalam perasaan hidup
(gemeenschappelijkheid v/ e bepaald levensgevoel)
Pertanyaan: bagaimanakah kita
dapat merupakan dan hidup sebagai bangsa? Dijawab dengan: oleh negara yang
mengakui tanggung jawab sepenuh-penuhnya atas tiap lapangan kehidupan dari
bangsa itu. Dengan demikian, negara itu mempunyai fungsi. Berhubungan dengan
fungsi negara ini, terdapat beberapa rumus (definisi) dari negara yang
sebenarnya mempunyai makna yang sama :
1.
Negara adalah suatu bentuk hidup yang teratur dari
suatu bangsa.
2.
Negara adalah fungsi dari bangsa; negara adalah
organisasi dari bangsa itu.
Fungsi dari negara adalah :
mengatur, melindungi, dan memper tahankan kehidupan dari bangsa sebagai
kesatuan. Negara, dengan demikian, mempertahankan dan melindungi kehidupan dan
hak-hak dari penduduknya. Negara mengatur hal-hal ini atas dasar hukum dan
keadilan (recht en rechtvaardigheid). Dengan demikian, maka peraturan peraturan
negara tergolong dalam suatu tata hukum yang setertib-tertibnya (rechtsorde).
Peraturan-peraturan ini dijalankan atas dasar suatu kekua saan yang berdaulat
(souvereine macht). Karena itu disebutkan juga hahwa: negara adalah suatu
bangsa yang mempunyai suatu organisasi teritorial dengan suatu peraturan hukum
yang dijalankan atas dasar suatu kekuasaan yang berdaulat.
Kalau kita bicara tentang negara,
maka teringatlah kita kepada :
·
Daerah negara
·
Bentuk dan dasar negara
· Warga negara dengan hak hak dan kewajiban
kewajibannya, beserta kebebasan kebebasan dasar manusia dari penduduk
· Alat alat perlengkapan negara (Pemerintah
kabinet Parlemen) dengan tugas tugasnya masing masing, termasuk alat alat
negara seperti angkatan perang dan polisi
· Perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain
mengenai kehidupan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan lain-lain
·
Hubungan dengan luar negeri.
Warga Negara yang Bertanggung Jawab
Warga negara yang bertanggung
jawab berarti bahwa warga warga itu turut bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang berlaku dalam negaranya. Ia turut bertanggung jawab atas maju dan
mundurnya negara itu. Ter hadap kemajuan negara, ia memuji pemerintah, terhadap
kemunduran, ia memberikan kecaman kepada pemerintah dengan jalan-jalan dan
saluran-saluran yang legal. Karena itu, kita hanya dapat mengatakan bahwa kita
adalah warga negara yang mau turut bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berlaku
dalam negara, jika kita telah mempunyai keinsyafan kenegaraan
(staatsbewustzijn), dan keinsyafan kenegaraan tidak dapat tumbuh, jika tidak
ada suatu keinsyafan kebangsaan (volksbewustzijn). Secara konkret: kita tidak
dapat mengatakan bahwa kita adalah warga negara Indonesia, jika pada kita tidak
ada suatu ke insyafan bahwa kita adalah anggota dari suatu organisme yang
bernama negara Indonesia dan jika pada kita tidak ada suatu keinsyafan bahwa
kita adalah anggota dari suatu persekutuan, yang disebut: bangsa Indonesia.
Kewarganegaraan yang bertanggung
jawab.
Bertanggung jawab kepada apa atau
siapa?
Seperti tadi telah dikatakan,
tiap warga negara dalam suatu negara yang teratur mempunyai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban. Meskipun di Indonesia kita belum mempunyai suatu
undang-undang kewarga negaraan tersendiri, dalam mana disebutkan satu per satu
hak-hak dan kewajiban-kewajiban tiap warga, namun dalam Undang-undang Dasar
Sementara (1950) telah dibentangkan beberapa hak dan kewajiban tiap warga
(pasal 7 s/d pasal 34, 39, 124). Kita tahu bahwa dalam pasal 32 UUDS
disebutkan:
"Setiap orang yang ada di
daerah negara harus patuh kepada undang undang, termasuk aturan-aturan hukum
yang tak tertulis, dan kepada penguasa-penguasa."
Pasal ini menguraikan tentang
kepatuhan atau ketaatan tiap orang, termasuk warga negara. Tidaklah ada
pasal-pasal dalam UUDS yang menyebutkan tentang tanggung jawab tiap warga
negara. Kita tahu bahwa pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat, tapi kepada
siapa warga negara bertanggung jawab dalam tindak-tanduknya? Menurut paham
saya, secara rohani ia bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Mahakuasa; lecara
duniawi ketatanegaraan ia bertanggung jawab kepada negara dan masyarakat
(bangsa), yang keduanya, menurut bentuk yang baik, didasarkan atas hukum.
Menurut pendapat saya, hukum ini paling baik dapat dijalankan dalam suatu
negara dalam mana paham demokrasi berlaku. Demokrasi dalam arti kata:
kemerdekaan dan persamaan hak lerhadap undang-undang (vrijheid der burgers en
gelijkheid voor de wet).
Pandangan Kekristenan mengenai Dunia,
Bangsa, Negara dan Masyarakat.
Pandangan kekristenan mengenai
hal kewarganegaraan yang bertanggung jawab berhubungan erat dengan beberapa
soal dasar :
I.
Bagaimana kita memandang dunia (wereld) di mana umat
manusia hidup;
II.
Bagaimana kita memandang bangsa, dalam mana kita
terhisab;
III.
Bagaimana kita memandang negara, yang darinya kita
adalah warga;
IV.
Bagaimana kita memandang masyarakat, dalam mana kita
tiap hari hidup dan bergerak.
I.
Bagaimana Kita
Memandang Dunia (wereld) di mana Umat Manusia Hidup.
Dalam bahasa sehari-hari diadakan
perbedaan antara dunia yang fana dan dunia yang baka. Dalam sejarah dunia dan
sejarah gereja terdapat di satu pihak pandangan dalam mana kehidupan dan tata
hidup manusia ditujukan melulu kepada alam yang baka. Dunia dan sejarahnya
dipan dang sebagai "illusie"; ada orang-orang yang tidak mencampurkan
dirinya dengan dunia ini berhubung dengan buruknya dunia yang disebabkan oleh
kuasa-kuasa yang jahat. Inilah pandangan "wereldverzakers", yang
menghindarkan dirinya dari pergaulan dan pergumulan dunia. Di lain pihak
terdapat pandangan tentang cara hidup dan berpikirnya manusia yang melulu
ditujukan kepada dunia sekarang. Pandangan ini terdapat umpamanya pada Marxisme
dan orang-orang yang memegang pada paham "evolutie" dan kemajuan
sosial terus-menerus. Sudah jelaslah bahwa pandangan yang pertama tidak
mempedulikan kesulitan, kesukaran dan kebutuhan dunia (umat manusia) pada waktu
sekarang, dan dengan demi kian is memperlemah perasaan tanggung jawab manusia
terhadap dunia (masyarakat). Pandangan yang kedua menganggap secara sungguh-sungguh
kehidupan manusia dalam dunia sekarang ini dan mempunyai visi opti mistic
terhadap dunia. Penyempurnaan kehidupan, menurutnya, tidak terdapat dalam dunia
yang akan datang, tetapi dalam dunia sekarang ini.
Alkitab mengajarkan kita bahwa
ada suatu perhubungan yang rapat antara manusia dan bumi :
"TUHANlah yang empunya bumi
serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang
mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai."
(Mzm. 24:1 2)
Bumi ini adalah "taman"
TUHAN. "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan
dan memelihara taman itu." (Kej. 2:15)
Sesudah manusia jatuh ke dalam
dosa, "taman" itu menjadi suatu tempat yang terkutuk, di mana manusia
dengan peluh mukanya akan memakan rezekinya (Kej. 3:19), tetapi bumi itu
menjadi pula tempat aktivitas pendamaian Allah (Gods verzoenende aktiviteit)
dalam Yesus Kristus. Oleh pekerjaan Tuhan Yesus Kristus, sengsara yang fana
dalam dunia ini akan diganti dengan kemuliaan yang baka. Seperti Rasul Paulus
berkata dalam Roma 8:18-21:
"Sebab aku yakin, bahwa
penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang
akan dinyatakan kepada kita. Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk
menantikan saat anak anak Allah dinyatakan. Karena seluruh makhluk telah
ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh
kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, tetapi dalam penghorapan, karena makhluk
itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke
dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah."
Dengan demikian maka bumi dan
dunia manusia adalah "ciptaan Allah" dan "ciptaan kedua kalinya
dari Allah" (scheppende en herscheppende werk Gods).
Sidang raya Dewan Gereja se-Dunia
di Evanston
(laporan Seksi III) berpendapat :
"Tuhan menciptakan dunia
ini, segala waktu termasuk dalam tujuannya. Ia bergerak dan bertindak dalam
sejarah dunia sebagai Raja. Menurut paham kekristenan, pusat sejarah dunia
adalah kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Dalam Yesus Kristus
Allah masuk dalam dunia ini, menghukum dan mengampuninya".
Kesimpulan :
Allah dalam Yesus Kristus, bukan
saja Raja sorga, melainkan juga RajaUnia. Tuhan telah menciptakan bumi (dunia)
ini. Ia mengasihi dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
Yesus Kristus, supaya barang siapa yang percaya akan Dia tidak akan binasa,
melainkan memperoleh kehidupan yang kekal. Ia memperdamaikan dunia ini dalam Wells
Kristus. Ia memerintah, melindungi dan memelihara dunia ini sampai Ia datang
kelak kedua kalinya dengan segala kemuliaan-Nya. Dengan datangnya Tuhan Yesus
Kristus dalam dunia ini, Allah telah menciptakan untuk kedua kalinya dunia ini.
Pekerjaan kerajaan sorga Yang telah dimulai dengan kedatangan Tuhan Yesus
Kristus akan disempurnakan oleh-Nya pada akhir zaman.
Kita yang hidup di antara dua
waktu, yaitu antara kenaikan Tuhan sorga dan kedatangan kedua kalinya dalam
dunia ini, tidak dapat melepaskan diri kita dari bumi (dunia) ini, tapi wajib
turut serta dalam pemeliharaan dunia ini, turut serta dalam pekerjaan
menegakkan kerajaan sorga dalam dunia ini.
Tuhan Yesus Kristus dalam doa-Nya
berkata:
"Sama seperti Engkau telah
mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam
dunia." (Yoh. 17:18)
Dengan demikian maka
"wereldontvluchting" atau "wereldverzaking" adalah
bertentangan dengan maksud dan perintah Allah. Sebaliknya visi optimistis
terhadap dunia bertentangan dengan pelajaran Alkitab.
II.
Bagaimana Kita
Memandang Bangsa, dalam Mana Kita Terhisab.
Mengenai hal ini, Alkitab
menempatkan kita dalam suatu posisi (kedu dukan) yang "paradoxaal".
Pada satu pihak kita diharuskan memandang bangsa itu dengan sungguh-sungguh,
dengan penuh keyakinan. Bangsa ialah tempat di mana Tuhan menempatkan kita
untuk menjawab perintah (panggilan)-Nya. Dengan demikian maka kita tidak boleh
menjadi "gede nationaliseerde individuen" atau
"kosmopolieten", seperti Ahasyweros Ahasyweros yang modern. Tentang
hal ini Rasul Paulus berkata :
"Dari satu orang saja Ia
telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi
dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman
mereka." (Kis. 17:26)
Di lain pihak Perjanjian Baru
memperlihatkan suatu konsepsi mengenai bangsa yang dipengaruhi oleh perspektif
"eschatologis". Seperti Rasul Paulus dalam Filipi 3:20 berkata :
"Karena kewargaan kita
adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus
sebagai Juruselamat," atau dalam I Petrus 2:11, "Saudara-saudaraku
yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, . . .
"
Kita dipanggil menjadi anggota
bangsa kita dan anggota Umat Allah.
Sudah barang tentu hal ini
membawa suatu ketegangan (spanning) dalam kehidupan kita.
III. Bagaimana Kita Memandang Negara, yang darinya Kita
adalah Warga.
Juga mengenai negara, orang
Kristen mempunyai suatu kedudukan yang "paradoxaal". Ia adalah warga
dari negaranya dalam dunia ini dan ia adalah juga warga dari kerajaan Kristus.
Ia mempunyai "double citizen ship" (dwikewarganegaraan). Hal ini pula
mengakibatkan suatu kete gangan (spanning) dalam kehidupannya sebagai warga
negara.
Seperti di atas telah diuraikan:
sebagai warga negara yang turut bertanggung jawab terhadap kehidupan negara,
orang Kristen harus turut serta dalam menentukan dasar dan bentuk negara, ia
harus turut serta dalam menentukan pemerintahan negara dan turut serta dalam
menentu kan
peraturan-peraturan hukum undang-undang dan lain-lain hal yang mengatur
kehidupan negara. Berhubung dengan hal ini, maka timbul pelbagai pertanyaan
seperti:
·
Sampai berapa jauhkah kekuasaan negara itu
mengikat;
·
Apa yang menjadi sumber dari kekuasaan negara;
·
Sampai berapa jauh orang Kristen dapat taat
kepada negara?
Sebenarnya, semua pertanyaan ini
berkisar pada soal yang besar: Nagaimanakah hubungan Gereja dan Negara"
dan berdampingan dengan itu ialah soal: "Bagaimanakah orang Kristen dapat
hidup dengan Tuhan nya dan bersamaan dengan itu hidup sebagai warga negara yang
baik," iebih tegas lagi: "Bagaimanakah kita dapat hidup sebagai orang
Kristen ruang sejati dan sebagai warga negara yang sejati dan yang
bertanggung"
Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang tersebut di atas ini, berhu bungan erat dengan
teori-teori dan pendirian-pendirian mengenai “negara” (staatstheorieen). Dalam
hubungan ini saya hanya hendak menggatakan pendirian-pendirian mengenai
negara menurut :
·
Luther
·
Calvin
·
Barth
Luther
Biasanya disebutkan bahwa Luther
mengemukakan teori "dua lingkungan" (twee rijken) atas dasar nisbah
(hubungan) dari hukum Taurat dan Injil (Wet en Evangelie). Menurut Luther:
Injil termasuk lingkungan Gereja dan hukum Taurat termasuk lingkungan gedung
perwakilan rakyat (raadhuis). Injil menguasai "het innerlijke leven"
(kehidupan batin). Negara dan Gereja adalah dua lapangan yang terpisah satu
dari yang lain. Dengan demikian maka kehidupan negara gampang dilepaskan dari
penguasaan Kristus. Dalam praktek Nazi Jerman, kita lihat bahwa Gereja yang
membiarkan kehidupan negara, akhirnya dikuasai negara.
Calvin
Calvin mengajar: "kerkelijke
dienst van God" (kebaktian kepada Allah dalam dan oleh kehidupan
kekristenan) dan "politieke dienst van God" (kebaktian kepada Allah
di lapangan kehidupan politik). Menurutnya, adalah dua lingkungan, lingkungan
Gereja dan lingkungan dunia, tapi Tuhan Yesus Kristus adalah kepala Gereja dan
dunia. Calvin atas dasar tersebut di atas memajukan tuntutan mengenai
"politieke ordening" (atur an-aturan ketertiban politik). Menurutnya,
juga "politieke ordening"harus memuliakan nama Tuhan dengan jalan
mengatur keadilan, perdamaian, kemerdekaan, secara duniawi (uiterhjk recht,
uiterlijke vrede, uiterlijke vrijheid).
Kalau Pemerintah - bagaimanapun
bentuknya - bersedia memper lihatkan dasar kerohanian "politieke
orde" itu, jadi mempertahankan keadilan, perdamaian dan kemerdekaan, maka
orang Kristen wajib bekerja bersama dengan orang-orang yang berkuasa di
lapangan politik.
Barth
Menurut Barth, pendirian Calvin
mengandung kebenaran, tetapi pendirian Calvin terlalu dipengaruhi oleh
teokrasi Abad Pertengahan (middel eeuwsche theocratie). Calvin mengharapkan
terlalu banyak pertolongan dari negara. Menurut Barth, hal ini akan berakhir
dengan "dominasi" negara atas Gereja. Luther dan Calvin, menurut
Barth, tidak menjelaskan bagaimana kekuasaan politik dapat didasarkan atas
kekuasaan dan pemerintahan Kristus. Karena itu Barth mau memberikan suatu
"Christologische Fundering" dari negara.
·
Negara harus dipandang dari sudut kematian dan
kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.
·
Tuhan Yesus Kristus adalah kepala (Tuhan) dari
Gereja dan Negara.
· Negara mempunyai tugas menurut ketentuan Allah
dalam suatu dunia yang masih ada dalam genggaman dosa, dalam dunia itu
berdirilah Gereja.
· Negara menjalankan tugas itu menurut
kebijaksanaan (inzicht) dan kesanggupan (vermogen) yang ada padanya, ia
menyelenggarakan hukum (keadilan) dan perdamaian dengan menggunakan kekuasaan.
·
Gereja adalah persekutuan dari orang-orang yang
ditebus oleh Tuhan.
·
Negara adalah persekutuan politik.
· Kalau Gereja benar-benar mengakui kekuasaan
Tuhan Yesus Kristus, maka tak boleh ia mengisolir dirinya dalam dindingnya.
· Gereja adalah lingkaran dalam (binnenste cirkel)
dari kekuasaan Kristus; masyarakat umumnya adalah lingkaran yang luas
(buitenstecirkel).
· Hubungan Negara dan Gereja adalah suatu
perhubungan dari lingkaran-lingkaran yang konsentris (concentrische cirkels);
kedua lingkaran itu mempunyai satu titik pusat (middelpunt), yaitu Yesus
Kristus.
Namun menurut Barth, tidak
terdapatlah percampuran dari Gereja dan Negara. Gereja harus menjaga agar
janganlah sampai ia menjadi Negara dan Negara tak boleh menjadi Gereja.
Gereja memperingatkan penguasa
(pemerintah) dan yang dikuasainya (diperintahnya) kepada kerajaan dan keadilan
Allah.
Teori-teori tentang negara dari
Luther, Calvin dan Barth, yang secara ringkas sekali dibentangkan di atas ini,
berlaku khusus bagi negara-negara yang hidup dalam alam tradisi kekristenan,
dan yang keadaannya tidak sama dengan umpamanya negara-negara di Asia, yang
masyarakatnya terdiri sebagian besar atas orang-orang yang tidak beragama
Kristen (Islam, Hindu, Buddha, dan sebagainya), sehingga orang Kristen harus
menyetujui suatu dasar negara yang dapat disetujui dan didukung oleh semua
orang, yang memeluk berbagai agama itu. Dalam negara itu, semua harus mendapat
kebebasan agama. Sudah jelas bahwa dasar negara itu haruslah sekuler. Namun
juga negara sekuler ini perlu dipandang oleh umat Kristen dari sudut kekristenan.
Menurut pandangan saya, ada
beberapa hal yang dapat kita pegang sebagai pokok pangkal dalam soal hubungan
Negara dan Gereja:
1.
Alkitab mengajar kita tentang:
·
Kejadian atau ciptaan dunia (schepping).
· Perdamaian (verzoening) dari umat manusia
(dunia) dengan Allah dalam Yesus Kristus. Inilah yang disebutkan kejadian yang
baru (penciptaan yang kedua kalinya herschepping) dari dunia.
· Penyempurnaan (voleindiging) dari ciptaan yang
kedua kali ini, yang tercapai pada waktu Tuhan Yesus datang pada kedua kalinya
dalam dunia ini.
2. Gereja mempunyai kewajiban mengabarkan kepada umat
manusia tentang ciptaan yang baru dari dunia dalam Yesus Kristus itu.
3. Ciptaan yang baru ini berarti: Pemulihan (herstel)
suatu ketertiban (orde), perdamaian,keadilan, dan kemerdekaan dalam dunia
sekarang.
4. Karunia Allah
memungkinkan "orde" itu, supaya dunia tidak terumus dalam suatu
kekacauan (chaos) dan "yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan
dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran." (1 Tim. 2:4)
5. Negara berkewajiban menyelenggarakan/memelihara
ketertiban itu, dengan demikian menjadi pegawai Allah (Rm. 13:6). Karena Allah
dalam Yesus Kristus adalah Tuhan dari dunia dan sorga, maka kekuasaan negara
berasal dari Tuhan (afgeleid gezag). Dengan demikian negara tidak mempunyai
tujuan dan norma dalam dirinya. Fungsi yang diberikan kepada negara ialah
memelihara ketertiban itu atas dasar Hukum dan Keadilan, dan menciptakan
kemungkinankemungkinan kepada warga negara warga negara untuk bertindak sebagai
warga negara yang bertanggung jawab.
6. Gereja, khusus umat Kristen, harus turut serta
menegakkan ketertib an tersebut di atas. Ia tidak dapat membagi kehidupannya
dalam dua lapangan yang terpisah sama sekali: kehidupan batin dan kehi dupan
politik, tetapi kerajaan Allah harus dikabarkan dalam semua lapangan kehidupan,
juga dalam lapangan Menurut "panggilannya" dalam lapangan politik ini,
ia tiap kali hams menentukan sikapnya yang tergantung dari situasi dan soal
yang dihadapinya.
IV. Bagaimana Kita Memandang Masyarakat, dalam mana Kita
Tiap Hari Hidup dan Bergerak.
Kehidupan masyarakat berhubungan
erat dengan kehidupan negara. Masyarakat adalah suatu kompleks dari berbagai
bentuk kerja sama dan organisasi manusia. Dalam bentuk-bentuk organisasi yang
beraneka warna
terdapat salah satu di antaranya
ialah negara dan organisasi ini mem punyai sifat dan kepentingan istimewa.
Masyarakat (maatschappij,
samenleving) mengandung arti "hidup bersama" (samenleven). Kita
bertanya: atas dasar apakah masyarakat itu harus berdiri sehingga ia dapat
menjadi masyarakat yang sebaik-baiknya?
Atas dasar idee Rousseaukah? Yang
menganggap tabiat manusia itu adalah baik, sehingga negara, ialah suatu bentuk
dari masyarakat, didasar kan
atas suatu perjanjian (afspraak) dari oknum-oknum (individu) yang merdeka dan
pugs akan diri sendiri.
Atas dasar ide Hobbeskah? Yang
memandang tiap manusia sebagai srigala (wolf), sehingga negara merupakan suatu
raksasa Leviathan yang sangat buas.
Atas ajaran Marxismekah? Yang
menggantungkan segala sesuatu yang berharga dalam masyarakat (agama, moral,
keadilan dan juga negara) pada hakikatnya, pada susunan dan perbandingan
ekonomi atau cara cara produksi kebutuhan dalam masyarakat (productie
verhoudingen); suatu ajaran yang didasarkan atas paham massa.
Pada dasarnya, ide-ide yang
tersebut di atas dialaskan atas pendapat: manusia pribadi adalah dasar dari
segala pengetahuan, juga dari cara hidup bersama dan dari apa yang seyogianya.
Juga Marxisme yang berpikir atas
dasar massa
sebenarnya bertujuan melepaskan individu dari belenggu.
Ataukah masyarakat harus
didasarkan atas paham: manusia adalah suatu zoon politikon (makhluk sosial),
dalam arti kata: manusia itu ada, oleh karena ada manusia yang lain. Dengan
perkataan lain: dasar dari wujud manusia terletak bukan pada dirinya sendiri, melainkan
pada cara is berdiri terhadap manusia yang lain.8 Hubungan dari Aku-Engkau
(/k-Gij) ini yang menentukan dasar dari persekutuan, yang dinamakan
"samenleving " (masyarakat). Karena itu, suatu bangsa dapat
memperlihat kan
suatu persekutuan, karena pada bangsa itu terdapat pelbagai ikatan yang
nienghubungkan oknum oknum (individu-individu) menjadi satu bangsa. Nisbah
Aku-Engkau ini yang menentukan dasar dari masyarakat. Hubungan oknum-khalayak
ramai, sebenarnya, adalah suatu keharusan (gebod), ialah perintah pengasihan
(liefdesgebod). Dalam pengasihan terhadap orang lain, manusia dapat berhubungan
dengan orang lain dalam suatu persekutuan. Oleh pengasihan, massa (menigte) menjadi perse kutuan
(gemeenschap), dan individu (oknum) menjadi diri pribadi (persoon). Dalam
pengasihan, tiap persekutuan memperoleh dasar dan tujuan. Menurut pandangan
kekristenan, dasar dari masyarakat ialah apa yang tercantum dalarn Mat.
22:37-40:
"Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
Itulah hukum yang terutama dan yang pertama dan hukum yang kedua, yang sama
dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada
kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para Nabi."
Jalan pikiran tersebut di atas
kita temukan dalam laporan Seksi III Sidang Raya Dewan Gereja gereja se-Dunia (Evanston, 1954), di mana
disebutkan:
"Pertanggunganjawab umat
Kristen di lapangan sosial didasarkan atas aktivitas yang mahabesar dari Allah,
yang menjelma dalam Tuhan Yesus Kristus. Ia telah menciptakcin suatu hubungan
yang hidup dengan umat manusia dan memberikan kepadanya suatu perjanjian dan
perintah. Perjanjian bahwa barang siapa yang memenuhi panggilan-Nya akan
memperoleh kehidupan dari Allah. Perintah bahwa manusia hares mengasihi sesama
manusianya. Dalam panggilan melakukan usaha usaha sosial yang bertanggung
jawab, kita diharuskan oleh Allah melihat dalam tiap sesama manusia, Kristus
sendiri. Sebagai jawaban atas pengasihan Tuhan dan keinsyafan akan Hukum-Nya,
umat Kristen bertindak sebagai orang yang bertanggung jawab."
Dalam hubungan ini, Evanston memperingatkan kita kepada pen dapat Sidang Raya
Dewan Gereja-gereja se-Dunia di Amsterdam
(1948), ,inengenai masyarakat yang bertanggung jawab. Antara lain dikemukakan:
"Masyarakat yang bertanggung
jawab ialah masyarakat di mana kermerdekaan adalah kemerdekaan dari
orang-orang yang mengakui bertanggung jawab kepada keadilan dan ketertiban umum, dan di mana mereka yang memegang kekuasaan politik dan ekonomi bertanggung
jawab dalam menjalankan kekuasaan itu kepada Tuhan dan kepada rakyat."
Mengenai hal ini, Evanston menambahkan
bahwa:
"Masyarakat yang bertanggung jawab
ini bukanlah suatu alternatif sosial atau politik, melainkan suatu kriterium
dengan mana pelbagai sistem sistem sosial dapat diukur dan pula suatu petunjuk
dalam hal menentukan
sikap."
Masyarakat yang bertanggung jawab
bukan saja mengenai masyarakat yang maju tapi juga masyarakat yang masih
mempunyai bentuk sosial yang buruk. Ia mengenai masyarakat yang besar maupun
yang kecil (keluarga, pabrik, perkumpulan pemuda, desa, dan sebagainya) dan
kehidupan masyarakat itu mengenai semua lapangan hidup, baik sosial, ekonomi,
kebudayaan dan politik. Bagi negeri-negeri Asia
yang sosial ekonomis belum maju (dulu disebutkan "underdeveloped
countries," sukarang disebutkan "areas of rapid social change"
daerah-daerah dengan perubahan perubahan sosial yang cepat), hal ini berarti
berhadapan dengan soal-soal:
·
Kemiskinan
·
Perubahan dalam lapisan masyarakat
·
Bentuk masyarakat desa
· Pembangunan daerah-daerah di luar kota (rural areas)
·
Perkembangan-perkembangan di lapangan industri
·
Keadilan sosial dan kemerdekaan
·
Tekanan penambahan jumlah penduduk
·
Pengaruh dunia Barat.
Bagi Indonesia, umpamanya, segala
sesuatu itu dipusatkan pada: bagaimanakah kita dapat menciptakan suatu negara
yang adil dan makmur dan suatu masyarakat dalam mana terdapat: kebahagiaan,
kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan (Mukadimah UUDS).
Ada juga yang mengatakan bahwa dalam
masyarakat yang digambarkan di atas, berlaku paham:
"Hormat akan hukum kejadian alam dan turut akan keadilan" (Eerbied voor de scheppingsorde en het
dienen der gerechligheid).
Umumnya di lapangan sosial
ekonomi berlaku "The Golden Rule":
"Segala sesuatu yang kamu
kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada
mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat. 7:12).
Kalau hal-hal tersebut di atas
termasuk tugas dan hak dari pemerintah, maka tugas warga negara-warga negara
adalah juga turut serta dalam usaha-usaha ini dan mengeluarkan pendapatnya
serta memohon per tanggungjawaban dari penguasa-penguasa. Karena itu warga
negara harus turut bertanggung jawab mengenai cam is diperintah dan is bertugas
mempunyai "interesse" dalam hal pemerintahan. Pendapat khalayak ramai
(public opinion) sangat diperlukan oleh pemerintah untuk meng ukur
kebijaksanaannya. Jika tidak ada "public opinion" yang sehat, maka
ini sebetulnya berarti: kemunduran dari kehidupan masyarakat.
Tugas
Setiap Warga Negara Indonesia
terhadap Negara dan dalam Pemilihan Umum yang akan Datang.
Di atas telah dibicarakan
prinsip-prinsip negara, bangsa, dan telah diberi kan - meskipun secara sepintas lalu suatu
pandangan kekristenan mengenai dunia, negara, bangsa dan masyarakat. Pula dibentangkan sekadar tentang paham tanggung jawab.
Sekarang kita akan mencoba
mengukur hal-hal itu pada masyarakat kita pada umumnya dan umat Kristen pada
khususnya di Indonesia.
Negara kita adalah negara yang baru. Sekarang ini, sesudah kita memiliki negara
sendiri, maka kita berhadapan dengan soal-soal kenegaraan, baik yang
berhubungan dengan dunia dalam maupun yang berhubungan dengan soal luar negeri.
Kalau negara kita adalah milik kita semua, maka semua soal kewarganegaraan,
baik yang sulit maupun yang enteng, adalah pula soal-soal kita sendiri. Dan
kita harus bersama-sama memecahkannya. Inilah tanggung jawab dan tugas kita
bersama. Sebab kemerdekaan berarti tanggung jawab. Syarat mutlak untuk
pertanggungan jawab ini ialah keinsyafan kenegaraan.
Menurut perasaan saya, keinsyafan
ini - meskipun belumlah seperti yang dikehendaki toh makin lama makin mendalam
pada golongan twkingan bangsa kita. Namun hal ini perlu dipupuk supaya lebih
meresap diam jiwa tiap-tiap anggota bangsa kita. Perasaan kenegaraan ini
mendapat suatu extra-stimulan, kalau kita ke luar negeri dan kita melihat bahwa
di sana ada
perwakilan kita di mana bendera negara kita - merah putih - berkibar. Keinsyafan
ini harus berjalan berdampingan dengan kecintaan pada tanah air kita yang merupakan negara, dan yang
pulau-pulaunya bertebaran laksana rangkaian jamrud yang melingkari khatulistiwa
dari Sabang sampai Morauke. Kecintaan ini pula harus dipupuk dan diperdalam
baik pada golongan pemuda dan pemudi, maupun pada golongan tua. Keinsyafan
kenegaraan dan kecintaan pada negara ini kiranya dapat diperdalam jika kita pandang negara kita ini
sebagai suatu karunia Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam suatu periode dari sejarah
dunia, Tuhan mengaruniakan kepada hangsa Indonesia suatu negara. Menurut
uandangan saya. Tuhan mempunyai maksud dengan negara ini. Dengan pemberian itu
Tuhan memberikan suatu tugas kepada negara dan bangsa itu, ialah tugas memelihara kehidupannya sendiri dengan sebaik-baiknya dengan negara- negara
tetangganya. Dengan demikian, negara itu turut serta menciptakan suatu
masyarakat dunia (samenleving der volkeren) yang sehat.
Dilihat dari sudut rohani, negara
dan bangsa itu sebenarnya harus hidup, bukan saja untuk mencapai suatu derajat
yang setinggi-tingginya di antara bangsa-bangsa, tetapi ia juga harus hidup
untuk memuliakan nama Tuhan. Saya mengerti bahwa tugas ini adalah suatu tugas
yang maha berat. Namun bukankah juga benar bahwa dalam sejarah dunia kita lihat
bahwa suatu negara (bangsa) runtuh pada waktu ia tidak lagi mengindahkan
norma-norma yang dikehendaki Tuhan? Dipandang dari sudut ini, tanggung jawab
tiap bangsa, tiap warga negara dan pemerintah adalah sungguh berat.
Tadi telah dikemukakan bahwa tiap
warga negara, yang beragama apa pun, mempunyai tempat, fungsi, dan maksud dalam
lingkungan tugas negara. Karena itu, kita semua berkepentingan dalam hal
menentukan bentuk dan dasar negara kita. Dalam hal ini harus dicari suatu
pembagi yang terbesar (grootste gemenedeler) bagi semua golongan dari bangsa
kita. Semua harus mufakat bahwa dasar negara yang dimufakati itu adalah dasar
yang terbaik bagi negara kita. Oleh karena semua mufakat dalam hal ini, maka
semua pula mau mempertahankan negara itu; dan semua mau berkorban, baik dengan
harta benda maupun dengan jiwa bagi negara itu.
Soal inilah yang akan menjadi
"piece de resistance" (soal yang utama) yang akan diperbincangkan
dalam Konstituante yang akan datang, sebagai suatu badan yang terdiri dari
golongan-golongan masyarakat, yang ditugaskan menyiapkan UUD negara kita yang
tetap. Di sini terletak pentingnya pemilihan umum yang akan datang. Melalaikan
pemilihan umum berarti melalaikan tanggung jawab kite terhadap negara kita,
yang dasar dan kehidupannya harus ditentukan oleh kita bersama, kaum Kristen
dan bukan Kristen.
Secara konkret, kelak kita harus
mufakat dalam memilih:
·
negara yang didasarkan atas pelajaran Komunisme,
·
negara yang didasarkan atas Quran dan Hadits
atau
·
negara yang didasarkan atas Pancasila.
Menurut paham saya, kalau kita
tidak mendapat persesuaian paham dalam hal ini - dan sampai hari ini saya belum
melihat suatu "rumus" yang terbaik dan yang akan memuaskan semua
golongan daripada Pancasila - maka akan pecahlah negara kita ini dan akan
sia-sialah perjuangan bangsa kita. Ia akan menjadi mangsa dari burung-burung
gagak luar negeri (buitenlandsche raven). Percekcokan dalam negeri sebagian
besar terletak pada pendirian-pendirian yang bersimpang siur tentang dasar dan
tujuan negara kita, oleh karena UUD kita adalah UUD Sementara.
Soal
Bangsa dan Suku-Suku Bangsa; "Bhineka Tunggal Ika"
Di atas telah beberapa kali
disinggung hubungan negara dan bangsa. Negara antara lain adalah bangsa yang
mempunyai organisasi teritorial. tengan demikian, maka keinsyafan kenegaraan
harus berjalan bersama :lama dengan keinsyafan kebangsaan. Negara Indonesia tidak
dapat .berjalan terus dan hidup kekal bila dalam jiwa tiap warga negara tidak
tetap tinggal menyala-nyala perasaan dan keinsyafan kebangsaan
Satu kali dan untuk selama
lamanya kita harus menetapkan dalam pikiran dan hati kita - dan hal ini harus
menjalin dalam segenap pandangan dan tindakan tindakan kita: Indonesia mempunyai
pelbagai suku 'mku bangsa, tetapi semua suku-suku bangsa itu merupakan satu
bangsa tua, dari Sabang sampai Merauke: "Bhineka Tunggal Ika".
Meskipun suku-suku bangsa ini tidak mempunyai suatu tingkat kebudayaan yang alami, tetapi tiap suku
mempunyai talenta dan corak tersendiri. Jika suku-suku bangsa itu diibaratkan
bunga-bunga dan bunga-bunga itu dipersatukan, maka ia akan merupakan suatu karangan
bunga yang indah permai. Jika ia diibaratkan alat-alat perlengkapan (organen)
badan dan ia dipersatukan, maka ia menjadi suatu badan yang sehat dan kuat.
Pada waktu sekarang ini ada
tendensi-tendensi yang lebih menekankan kepada "Bhineka", dengan
demikian timbullah gejala-gejala "daerahisme" atau
"provinsialisme" yang ekstrem. Perasaan daerah saja dan hasrat
memajukan kehidupan daerah dengan sekuat tenaga adalah suatu perasaan dan
hasrat yang sehat, asal saja jangan dilupakan kepentingan-kepentingan seluruh
wilayah Indonesia.
Sebaliknya ada tendensi-tendensi "sentralisme," yang menekankan
kepada "Ika". Memang negara kita sebagai negara kepulauan memerlukan
suatu "kekuasaan sentral" (centraal gezag) yang kuat, tetapi
kekuasaan itu harus memberikan kepada daerah-daerah (bagian-bagian wilayah)
suatu otonomi yang cukup dan yang dapat memuaskan daerah-daerah itu.
"Bhineka Tunggal Ika" hanya bisa berlaku sempurna, jika
"Bhineka" itu diperkuat oleh "Ika". Sebaliknya,
"Ika" hanya dapat tetap "Ika", kalau "Bhineka"
diperhatikan, diperkembangkan, dan dipentingkan. Pendeknya, haruslah ada
imbangan yang sehat antara "Bhineka" dan "Ika".
Hal-hal tersebut di atas ini
berlaku bagi semua warga negara, khusus bagi umat Kristen di daerah-daerah.
Soal daerahisme yang ekstrem, seperti terjelma di daerah Maluku (RMS) adalah
soal-soal yang timbul dari kesalah pahaman mengenai hubungan: bangsa-suku
bangsa dan suku bangsa agama.
Kalau dalam hubungan-hubungan ini
pun berlaku "Bhineka Tunggal Ika", maka saya percaya
peristiwa-peristiwa seperti di Maluku itu tidak akan terulang.
Persesuaian
Paham mengenai Dasar dan Tujuan Masyarakat Indonesia Amat Penting
Apa yang dibentangkan tentang
negara dan bangsa berlaku pula bagi masyarakat dengan lapisan-lapisan dan
golongan-golongannya. Masya rakat harus mempunyai dasar dan tujuan, kalau
masyarakat itu hendak berkembang dengan sehat. Haruslah ada persesuaian paham
mengenai dasar dari masyarakat. Pada umumnya kehidupan masyarakat dipengaruhi
oleh paham agama dan aliran-aliran filsafat yang terdapat dalam masyarakat itu.
Hal ini menimbulkan pelbagai kepentingan-kepentingan dalam masyarakat, baik di
lapangan sosial ekonomi maupun politik dan kebudayaan. Hal ini pula menjadi
sebab dari timbulnya pelbagai partai partai politik. Tetapi menurut paham saya,
juga dalam hal ini kiranya harus ada suatu persesuaian paham. Selain dari
persatuan bangsa, harus lah ada persatuan pendirian bahwa kehidupan masyarakat
harus didasar kan
atas hukum dan moral dan ditujukan kepada kebahagiaan dan kese jahteraan
masyarakat.
Masyarakat di zaman yang lampau
bersifat kolonial, artinya ia di pengaruhi oleh kekuasaan bangsa asing.
Masyarakat pada dewasa ini sedang mencari bentuknya sendiri, yang cocok dengan
sifat dan watak bangsa Indonesia
yang telah merdeka. Masyarakat Indonesia
dalam alam kemerdekaan sekarang ini belum mencapai suatu
"kestabilan", ia sedang bergoyang. Golongan-golongan masyarakat
sedang mengalami pergeseran. Segala sesuatu ini berjalan dengan perebutan
kekuasaan, dan ada kalanya dengan metode-metode yang tidak cocok dengan moral.
Kejujuran adalah guatu paham yang banyak dikatakan, tetapi kurang diwujudkan.
Masya wakat kita merupakan masyarakat zaman peralihan, tetapi juga suatu
masyarakat yang menunjukkan gejala-gejala yang tidak sehat. Dalam buku buku
kecil yang bernama: "Keadaan dan Harapan" dan "Gereja di tengah-tengah Krisis Dunia dan Krisis di Indonesia," saya telah mencoba
menggambarkan masyarakat kita pada waktu sekarang. Korupsi, demoralisasi dan
lain-lain gejala yang buruk, sebenarnya menunjukkan bahwa kita datang kepada
suatu keadaan, seakan akan kita tidak tahu dan tidak monghargai lagi sesama
manusia.
Sikap Gereja dan Umat Kristen di
Tengah Masyarakat Indonesia
yang Bergolak
Dapatkah Gereja dan umat Kristen
mewujudkan apa yang tercantum dalam Mat. 22:37 40 dan Mat. 7:12, yang tersebut
tadi? Dapatkah ia dalam masyarakat yang bergolak ini mewujudkan Terang dan
Garam kepercaya an? Dapatkah ia menjadi "hati nurani" (geweten) dari
masyarakat? Bagaimanapun juga beratnya, sikap ini adalah sikap warga negara
yang tanggung jawab.
Pertanyaan timbul: Apakah mungkin
dengan sikap ini masyarakat k yang sebagian besar terdiri dari orang-orang
pemeluk agama lain, dapat diubah ke arah perbaikan, menurut paham agama kita?
Saya ber pendapat "ya," sebab:
1. Masyarakat selalu mengindahkan dan menghargai sikap dan
tindakan- tindakan yang didasarkan atas pengasihan sesama manusia. Seperti padi
tumbuh tanpa bersuara, demikian juga adalah pengaruh penga sihan ini dalam
kehidupan masyarakat.
2.
Bagaimanapun, suruhan Tuhan kepada murid-murid-Nya
tetap berlaku:
"Kamu
adalah garam dan terang dunia." (Mat. 5:13-14)
"Demikianlah
hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang balk dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Mat. 5:16)
Bukankah masyarakat kita adalah
sebagian dari kerajaan Allah yang harus ditegakkan oleh umat-Nya dalam
"zaman antara dua waktu" ini?
Lagi pula, sejarah Gereja (ump.
Kerajaan Romawi) dan sejarah dunia (Rusia dan Tiongkok) memperingatkan kita
bahwa sebagian kecil dari masyarakat dapat mempengaruhi kehidupan seluruh
masyarakat dan bangsa, bahkan memimpinnya. Dalam hal ini diperlukan syarat yang
utama, ialah bagian yang kecil itu harus mempunyai keyakinan dan kepercayaan
yang teguh dan persatuan yang kokoh.
Dari masyarakat di Indonesia,
memang tidak dapat diharapkan bahwa tiap pemerintahan mempunyai keinsyafan
bertanggung jawab, bukan saja kepada rakyat (parlemen) tetapi juga kepada
Tuhan, tetapi sedikitnya kita dapat berusaha agar pemerintah kita terdiri dari
orang-orang yang mempunyai keinsyafan itu.
Sentral
Pembangunan Masyarakat
Kalau pembangunan biasanya
berjalan berdampingan dengan pembangunan (pembaruan) masyarakat, maka menurut
paham saya beberapa sentral pembaruan memerlukan perhatian kita, ialah:
·
Keluarga.
Keluarga
tetap menjadi batu dasar masyarakat.
Hubungan orang
tua anak-anak, suami-istri, anak-anak satu dengan yang lain, merupakan perhubungan-perhubungan
dari suatu masyarakat kecil. Baik atau tidak baik perhubungan ini, mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat di luar rumah tangga, ialah
masyarakat ramai. Di sini semua orang dapat belajar apa artinya
"pengasihan".
·
Sekolah.
Sekolah
tetap menjadi pusat di mana pemuda/pemudi dididik dalam hal tanggung jawabnya
sebagai anggota masyarakat (bang sa) dan warga negara yang berharga.
·
Organisasi Pemuda-Pemudi.
Organisasi
pemuda-pemudi juga menjadi sentrum di mana kaum pemuda belajar bertindak
bersama secara teratur dan suatu sentrum dinamik di mana dapat tumbuh kua
litas-kualitas (talenta) yang terpendam, sentrum di mana mereka belajar
bertanggung jawab satu kepada yang lain, yang satu mengasihi yang lain.
·
Tempat-Tempat Pekerjaan (kantor, perusahaan dan
lain lain)
Tempat
pekerjaan yang aneka warna pula merupakan tempat di mana kita dapat menunjukkan
keinsyafan kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab terhadap tugas kita
sehari-hari dan pergaulan kita dengan orang-orang atasan dan orang-orang
bawahan kita.
·
Gereja (bagi umat Kristen)
Bagi umat
Kristen, Gereja merupakan persekutuan dari orang-orang yang percaya dan taat
kepada Allah dalam Yesus Kristus. Gereja membangun masyarakat, sebagai suatu
perjelmaan dari ciptaan yang baru (herschepping) dari dunia ini. Gereja
membangun dunia ini dengan menjadikan dirinya gereja yang sejati, ialah persekutuan
di antara persekutuan-persekutuan yang lain di dunia ini, dengan jalan
menghubungkan orang-orang yang tidak mempunyai ikatan apa-apa, dengan
mempertemukan orang-orang yang hidup tersendiri dengan sesama manusianya.
Dengan demikian ia menjadikan dari masse suatu persekutuan.
Kesimpulan
Kesimpulan dari apa yang telah
dibentangkan tentang kewarganegaraan yang bertanggung jawab, dan yang bagi umat
Kristen mendapat ekspresi nya dalam pertanyaan: bagaimana kita bisa hidup
sebagai orang Kristen yang sejati dan warga negara yang sejati adalah sebagai
berikut:
Dalam hal kecintaan, kesetiaan,
ketaatan kepada dan pengorbanan bagi tanah air, bangsa dan negara, orang
Kristen tidak dan tidak boleh kurang daripada orang orang lain, bahkan ia harus
menjadi teladan bagi orang lain sebagai pencinta tanah air, warga negara yang
bertanggung jawab dan nasionalis yang sejati. Segala sesuatu ini adalah
refleksi dari kecintaan, kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhannya, dengan
pengertian: "Soli Deo Gloria" (segala kemuliaan adalah hanya bagi
Tuhan). Dengan demikian, maka ia lepaskan segala "minderwaardigheids
complexen"yang mungkin ditimbulkan oleh kecenderungan golongan-golongan
yang lain yang menganggapnya sebagai golongan minoritas.
Terhadap anggapan ini, ia hams
mempunyai suatu sikap tegas. Umat Kristen bukanlah suatu minoritas, dilihat
dari sudut ketatanegaraan, ia bukan warga negara-warga negara kelas 2 atau
kelas 3, ia adalah warga negara yang mempunyai sama hak dan sama kewajiban
seperti warga negara-warga negara lain. Bersama dengan mereka, ia bersedia dan
sanggup mencurahkan pikiran dan tenaganya bagi pembangunan negara sebagai warga
negara-warga negara yang bertanggung jawab.