Tuesday, June 18, 2013

Pernyataan Haria


Bersama ini kami dari Pulau Hunimua dan Nusa Laut memberi pertanggung jawaban menurut kebenaran. Segala sesuatu terjadi karena Kapitan Thomas Matulessi yang kami muliakan dan raja-raja patih dan rakyatnya sudah terlampau menderita akibat kekejaman Belanda, akibat kekejaman pemerintah Belanda, sebagai terbukti dibawah ini: Pemerintah Belanda bermaksud hendak memisahkan semua laki-laki dari anak istrinya dengan cara paksa dan mengirim mereka ke Batavia. Yang menolak perintah itu akan dirantai. 

Kami rakyat tidak mempergunakan uang kertas dalam hidup sehari-hari, jika kami menolak untuk menerimannya dari gubernemen kami dihukum keras. Lagi pula jika kami hendak membayar dengan uang kertas itu, pemerintah tidak mau menerimanya; kami harus membayar dengan uang perak. 

Kami banyak melakukan pekerjaan berat untuk gubernemen akan tetapi tidak menerima upah untuk hidup. Pemerintah Belanda memerintahkan kami menyerahkan ikan, garam tanpa bayaran, tapi tidak membebaskan kami dari pekerjaan rodi lainnya, agar kami bisa melakukan pekerjaan tersebut. 

Hal-hal tersebut diatas dinyatakan dengan benar. Jika pemerintah Belanda tidak memerintah kami sebagaiman mestinya, maka kami akan memerangi mereka untuk selama-lamanya. Juga kami kepala-kepala negeri serta rakyat, tidak memilih Kapitan Pattimura tersebut diatas jadi pemimpin kami, akan tetapi ia ditunjuk oleh Yang Maha Tinggi. 

Saparua, 19 Mei 1817 

NB : Pernyataan Haria yang disiarkan kepada rakyat diseluruh pelosok negeri melalui utusan-utusan merupakan sebuah pernyataan yang menunjukkan bahwa tekad orang Maluku adalah satu untuk berperang menentang penindasan dan menegakkan keadilan. Pernyataan ini ditandatangani oleh raja-raja patih dari seluruh pelosok tanah Lease yang merupakan hasil musyawarah besar dengan Kapitan Pattimura di sebuah baleo di Haria. 

Daftar Pustaka:
  • Alwi, Des (2005). Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon. Jakarta: Dian Rakyat.

Monday, June 17, 2013

Kapitan Pattimura


Foto ini diperoleh dari Museum Angkatan Laut di Prince Hendrik Kade, Rotterdam, Belanda, hasil lukisan komandan marinir Belanda, Q.M.R.Verhuell, yang menumpas pemberontakan Thomas Matulessi pada 1871. Verhuell melukis Thomas saat membuat berita acara pemeriksaan Thomas.

Thomas Matulessi lahir ditengah-tengah penderitaan rakyat Maluku yang ditindas oleh VOC, yaitu pada tanggal 8 Juni 1783 di Saparua dari seorang ayah yang bernama Frans Matulessi dan ibu bernama Fransina Silahoi.

Het Fort Duurstede - Saparua
Pada usia 13 tahun Thomas Matulessi menyaksikan bendera Belanda dalam benteng Duurstede diturunkan dan diganti dengan bendera Inggris. Peristiwa itu sangat membekas di hati Thomas muda, karena pandangan bahwa “Belanda tidak bisa kalah” luntur pada hari itu.

Tapi kekuasaan Inggris di tanah Maluku tidak bertahan lama, tahun 1803 Napoleon tertangkap dan Inggris harus mengembalikan Ambon, Haruku, Saparua, Banda dan kepulauan Maluku lainnya kepada Belanda sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh Inggris dan Belanda. Thomas Matulessi ketika itu sudah berumur 20 tahun.

Dengan kembalinya Belanda berkuasa di Maluku maka kembali lagi sistim pas jalan yang dimana rakyat tidak boleh berpergian semaunya dan perdagangan bebas dilarang,

Pada era itu Gubernur Jenderal Daendels memberi perintah supaya gubernur dan komandan militer untuk mengumpulkan pemuda untuk dikirim sebagai serdadu ke pulau Jawa dan kalau perlu dengan paksa. Banyak pemuda Maluku yang menolak hal itu karena mereka tidak mau meninggalkan keluarga dan tanah kelahiran mereka, Thomas Matulessi muda juga bersikap yang sama, mereka bersembunyi di hutan-hutan menghindar dari kejaran serdadu-serdadu Belanda.

Tahun 1808 di pantai kota Ambon tentara Inggris menghancurkan tentara Belanda, dan benteng Nieuw Victoria direbut. Ketika Gubernur Heukelvlugt tandatangan surat penyerahan di atas kapal Inggris meriampun dibunyikan, menyusul bunyi tembakan dari benteng Duurstede dan bendera Inggris dinaikkan.

Peta Fort Niuw Victoria - Ambonia
Dalam rangka memperkuat tentara dan mendekatkan diri dengan masyarakat lokal. Pemerintah Inggris membentuk corps batalyon yang disebut “Korp Batalyon 500” yang terdiri dari pemuda-pemuda Maluku yang hanya bertugas di Maluku. Hal tersebut disambut dengan semangat oleh sejumlah pemuda Maluku dengan antre di dalam benteng Victoria untuk mendaftar. Dan Thomas Matulessi termasuk dalam antrean tersebut. Mereka dilatih menembak, perang-perangan dan kegiatan militer lainnya. Thomas yang paling terampil dan cekatan sudah memperoleh tanda pangkat dalam latihan tersebut. Thomas sudah tidak lagi bersama dengan teman-temannya tapi sudah memimpin regu dan di pakaian seragamnya tampak tanda pangkat sersan mayor, pada zaman itu menjadi kepala staf batalyon.

Karir Thomas Matulessi di tentara Inggris tidak berlangsung lama karena di sebuah ruangan gedung parlemen di London jauh disana tampak utusan-utusan Belanda dan Inggris sedang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan Maluku dari Inggris ke Belanda.

Dalam traktat London tersebut salah satunya mencantum bahwa Korp Batalyon 500 yang didirikan oleh Inggris tidak diserahkan kepada Belanda dan harus dibubarkan, karena Belanda tidak mau membayar ongkos ganti rugi pembentukan korp tersebut sebesar 50.000 poundsterling.

Fort Nieuw Victoria - Ambonia
Dalam pidato pembubaran Korp Batalyon 500 oleh Residen Martin mewakili pemerintah Inggris di depan benteng Victoria, disampaikan bahwa atas jasa pemuda-pemuda Maluku yang telah menjadi prajurit yang baik selama kedinasan maka pemerintah Inggris memberikan tanda penghargaan surat bebas, sebuah surat yang menyatakan kedudukan mereka adalah kedudukan borgor yang dimana mereka bebas dari berbagai jenis kerja paksa dan kerja kwarto lalu tidak tunduk pada raja atau patih serta tidak boleh dihukum oleh kepala negeri. Lalu Thomas Matulessi bersama kawan-kawan sekampungnya pulang ke Saparua

Begitu Residen Van Den Berg mewakili pemerintah Belanda menjadi Residen Saparua, perdagangan bebas dilarang, kerja rodi dijalankan lagi, transaksi perdagangan dilakukan dengan uang kertas dan kedudukan borgor bagi para mantan Korp Batalyon 500 tidak dianggap.

Akibat kebijasanaan tersebut rakyat resah dan benci dengan Belanda, khususnya para mantan Korp Batalyon 500.

Puncaknya ketika Gubernur Maluku Middelkoop menyuruh sekretarisnya mengeluarkan pengumuman di Ambonia yang berisikan bahwa : “Dalam jangka waktu tiga bulan semua bekas prajurit Inggris, penganggur dan orang asing tanpa pekerjaan atau tanpa surat keterangan dari kepala negeri harus mencari pekerjaan di kota Ambon atau masuk tentara Belanda atau pulang ke negeri masing-masing. Jika tidak mereka akan ditangkap dan diangkut ke Banda untuk dipekerjakan di kebun-kebun pala.”

Lalu pada 4 April 1817 siang di hutan Liang, Thomas Matulessi berbicara dengan kawan-kawannya mantan Korp Batalyon 500 untuk melakukan perlawanan kepada Belanda yang ditindaklanjuti dengan mengirim utusan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengadakan rencana pemberontakan.

Rencana tersebut disambut masyarakat dengan diadakan pertemuan di bukit Saniri negeri Tuhaha pada tanggal 14 Mei 1817, pertemuan itu merupakan musyawarah besar dari semua kapitan dari Saparua, Haruku, Nusalaut dan Seram yang dihadiri oleh :

  • Anthone Rhebok (Korp Batalyon 500) dari Saparua;
  • Philips Latumahina (Korp Batalyon 500) dari Paperu;
  • Said Perintah dari Siri-Sori Islam;
  • Lukas Arong Lisapaly dari Ihamahu;
  • Slomon Patiwael Tiouw;
  • Kapitan Hatipa Patty dari Haruku;
  • Kapitan Maleita dari Booi;
  • Hehanusa dari Titawaai;
  • Kakirusi dari Porta;
  • Kakerissa dari Rumahkaai;
  • Pariama dari Tihulale;
  • Kapitan Kakano Sahetappy dari Seram;
  • Kapitan Paulus Tiahahu dari Abubu yang didampingi oleh anak perempuannya Martha Tiahahu.


Ketika doa kepada Tuhan untuk membuka pertemuan yang dipimpin oleh kepala Adat berakhir, tampillah Thomas Matulessi mengusulkan untuk tindakan pertama-tama dari pemberontakan kepada Belanda adalah menyerang benteng Duurstede, semuanya diam. Kemudian Thomas melanjutkan pembicaraannya : “Sekarang kita harus memilih Pangulu Perang.”

Lalu Thomas membentangkan dadanya lalu menyuruh salah seorang untuk menikamnya. Mula-mula semua ragu-ragu, tapi kemudian seorang kapitan maju dan dengan sekuat tenaga menombak dadanya Thomas dengan tombak yang dibawa dia, tombak itu patah dua. Kemudian Thomas berkata : “Saya akan memimpin peperangan ini. Jika ada yang keberatan, silakan mengajukan nama pangulu lain.” Semua diam. Tiba-tiba Kapitan Paulus Tiahahu berteriak : "Pengulu perang, Thomas Matulessi....mari kita bersumpah akan patuh pada Thomas Matulessi, Kapitan Pattimura."

Het Fort Duurstede - Saparua
Prestasi pertempuran yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura adalah dapat direbutnya benteng Duurstede tanggal 15 Mei 1817 dan membunuh Residen Van Den Berg serta semua tentara Belanda kecuali putra Residen saja yang bernama Jean Lubbert yang dibiarkan hidup dalam pertempuran yang berlangsung dalam beberapa jam saja, dalam tiga kali gelombang penyerangan, yang berakhir sebelum matahari terbit. Perebutan benteng tersebut merupakan satu-satunya benteng kekuasaan Belanda di Indonesia yang dapat diduduki melalui pertempuran oleh pasukan pribumi. Benteng lainnya yang dapat diduduki pasukan pribumi yaitu benteng Alamo di Meksiko pada abad ke-19; Dan Kapitan Pattimura juga berhasil menghancurkan ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Mayor Beetjes yang terdiri dari infanteri dan marinir, yang mendarat di pantai Waisisil tanggal 20 Mei 1817, yang berencana merebut kembali benteng Duurstede. Selain Mayor Beetjes, Letnan Verbruggen dengan kadet ‘t Moot, lebih dari 250 orang pasukan mati pada hari itu. Hanya satu orang saja yang berhasil berenang menunju orambai yang berada jauh ditengah laut. Setelah kemenangan itu bersama dengan raja-raja patih dari seluruh pelosok tanah Lease, Kapitan Pattimura membuat "Penyataan Haria".

Pemberontakan Kapitan Pattimura juga diikuti oleh pemberontakan rakyat Seit, Asilulu, Uring, Wakasisihu, dan Larike dibawah pimpinan Kapitan Ulupalu dari Seit dengan menyerang benteng Belanda di Larike. Dan pemberontakan di Hila yang menyebabkan Residen Burgraaf terbunuh.

Dalam penumpasan pemberontakan Kapitan Pattimura, pihak Belanda dibantu oleh putra mahkota Ternate, Pangeran Mohamad Zain (M.Zain) dengan membawa sekitar seribu orang Arafuru Ternate (Halmahera).

Kora Kora
Pangeran M.Zain sangat pro Belanda dan bahkan membela Belanda ketika Inggris mendarat di Ternate. Dia pun memakai nama Belanda yaitu Hendrik van Amsterdam. Komandan Marinir Belanda, Q.M.R. Verhuell menulis bahwa Pangeran M.Zain, yang kemudian menjadi Sultan Ternate, adalah peminum alkohol saat berada di ruang pribadi kapal perang Evertsen. Sedangkan dalam kritiknya terhadap Kapitan Pattimura, Verhuell menyatakan “Kok berani betul melawan Belanda yang mempunyai pasukan sangat kuat”. Perlu juga disebutkan disini bahwa pasukan Belanda di Saparua sangat kejam sehingga kampung-kampung Kristen yang pernah membantu Kapitan Pattimura dibakar dan warga tak berdosa dibunuh, Kekejaman pasukan Belanda meluas hingga ke Seram, Amahai, Rumah Kai dan daerah lainnya yang pernah dipengaruhi oleh Kapitan Pattimura. Keganasan pasukan Belanda yang membakar kampung-kampung Kristen dan membunuh warga tak berdosa itu diprotes oleh para pendeta Belanda yang berada di daerah-daerah tersebut. Kemudian para pendeta tersebut meninggalkan Ambon dan menyuarakan protesnya di Batavia sebelum pulang ke Belanda (dokumen tentang protes para pendeta Belanda ini tersimpan di Arsip Nasional-Jakarta).

Tapi akibat penghianatan oleh Raja Booi, Kapitan Pattimura dapat ditangkap oleh Belanda pada tanggal 11 November 1817 di hutan antara Booi dan Haria. Ia ditangkap beserta kawan-kawannya yang diantaranya adalah Kapitan Anthone Rhebok, Raja Said Perintah dan Letnan Philips Latumahina.

Peta Fort Niuw Victoria - Ambonia
Kapitan Pattimura beserta kawan-kawannya mengakhiri hidupnya di tiang gantungan di dalam benteng Victoria tanggal 16 Desember 1817, ketika akan dilaksanakan eksekusi itu pelabuhan Ambon kelihatan korakora Ternate dan Tidore - pasukan Alifuru dalam pakaian perang didaratkan untuk menjaga keamananan. Kematian mereka disaksikan oleh Buyskes dan para pembesar-pembesar sipil dan militer didampingi para anggota dewan. Setelah eksekusi dilaksanakan tubuh-tubuh mereka dimasukkan ke dalam keranjang besi dan dibuang ke Teluk Ambon tidak jauh dari pantai Batu Capeo.

Meskipun Pattimura sudah mati, tapi pemberontakan tetap berjalan terus. Pada 1829 pecah kembali pemberontakan dan juga di Seram terjadi beberapa pemberontakan dan selalu pemimpin pemberontakan tersebut digelari Kapitan Pattimura mengikuti jejak Pattimura yang dihukum mati itu. Nama Pattimura juga dipakai sebagai nama keluarga atau juga sebagai nama bayi laki-laki yang baru dilahirkan terutama di Seram Barat atau tempat terjadinya pemberontakan kecil melawan pemusnahan kebun-kebun cengkeh dan pala oleh Belanda yang di sebut hongi. Sejarah pemberontakan kecil-kecil ini tidak ditulis secara konkret tetapi hanya cerita dari mulut ke mulut sehingga ada yang berpendapat bahwa sosok Pattimura itu adalah beragama Islam. Itu karena cerita rakyat tadi itu, tetapi yang terjadi di Saparua itu adalah Kapitan Pattimura yang sebenarnya.


Daftar Pustaka :
  • Alwi, Des (2005). Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon. Jakarta: Dian Rakyat.
  • Nanulaita, I.O (1985). Kapitan Pattimura. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
  • http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/pattimuraengels.htm

Thursday, May 09, 2013

Our Deepest Fear


Our deepest fear is not that we are inadequate.
Our deepest fear is that we are powerful beyond measure.
It is our light, not our darkness that most frightens us.
Your playing small does not serve the world.
There is nothing enlightened about shrinking so that other people do not feel insecure around you.
We are all meant to shine as children.
It's not just in some of us; it's in everyone.
And as we let our own lights shine, we unconsciously give other people permission to do the same.
As we are liberated from our own fear, our presence automatically liberates others.


KETAKUTAN TERDALAM KITA

Ketakutan kita yang paling dalam bukanlah bahwa kita tidak memadai.
Ketakutan terdalam kita adalah bahwa kita sangat kuat di luar batas.
Adalah terang kita, bukan kegelapan kita yang paling menakutkan kita.
Bermain kecil Anda tidak melayani dunia.
Tidak ada yang tercerahkan tentang menyusut sehingga orang lain tidak merasa tidak aman di sekitar Anda.
Kita semua dimaksudkan untuk bersinar sebagai anak-anak.
Itu tidak hanya pada sebagian dari kita; ada di semua orang.
Dan ketika kita membiarkan lampu kita sendiri bersinar, tanpa sadar kita memberi izin kepada orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Ketika kita terbebaskan dari ketakutan kita sendiri, kehadiran kita secara otomatis membebaskan orang lain.


Daftar Pustaka :
  • Marianne Williamson (1992). A Return To Love: Reflections on the Principles of A Course in Miracles.
  • http://www.youtube.com/watch?v=Ybt8wXIahQU

Sunday, April 14, 2013

Time


There's a Right Time for Everything

There’s an opportune time to do things, a right time for everything on the earth :
  • A right time for birth and another for death,
  • A right time to plant and another to reap,
  • A right time to kill and another to heal,
  • A right time to destroy and another to construct,
  • A right time to cry and another to laugh,
  • A right time to lament and another to cheer,
  • A right time to make love and another to abstain,
  • A right time to embrace and another to part,
  • A right time to search and another to count your losses,
  • A right time to hold on and another to let go,
  • A right time to rip out and another to mend,
  • A right time to shut up and another to speak up,
  • A right time to love and another to hate,
  • A right time to wage war and another to make peace.

God made everything beautiful in itself and in its time—but he’s left us in the dark, so we can never know what God is up to, whether he’s coming or going. I’ve decided that there’s nothing better to do than go ahead and have a good time and get the most we can out of life. That’s it—eat, drink, and make the most of your job. It’s God’s gift.

I’ve also concluded that whatever God does, that’s the way it’s going to be, always. No addition, no subtraction. God’s done it and that’s it. That’s so we’ll quit asking questions and simply worship in holy fear.

Whatever was, is.
Whatever will be, is.
That’s how it always is with God.


Daftar Pustaka :
  • The Message (Bible)

Tuesday, April 09, 2013

Cara Benar Kritik Orang

Kunci Kritik yang Berhasil: Seni Memberi Umpan Balik yang Efektif

Kritik adalah seni yang memerlukan sensitivitas dan kecakapan dalam penyampaiannya. Kunci dari kritik yang berhasil terletak pada esensi atau "jiwa" dari kritik itu sendiri. Kritik bukanlah sarana untuk melampiaskan emosi negatif seperti kebengisan atau kemarahan. Sebaliknya, kritik harus menjadi alat untuk membangun, memotivasi, dan membantu orang lain berkembang.

Tidak ada yang senang dikritik, terutama jika kritik disampaikan secara kasar atau tidak tepat. Namun, jika dilakukan dengan cara yang benar, kritik memiliki potensi untuk membawa perubahan positif dan memperkuat hubungan antarmanusia.


Prinsip Utama Kritik yang Efektif

Kritik yang berhasil bukan hanya tentang apa yang Anda katakan, tetapi juga bagaimana dan kapan Anda menyampaikannya. Berikut adalah tujuh langkah penting untuk memastikan kritik Anda efektif:

1. Jangan Pernah Mengkritik di Depan Umum

Kritik yang dilakukan di depan umum dapat mempermalukan dan melukai harga diri seseorang.

  • Pastikan situasi benar-benar privat: tidak ada orang lain yang mendengar, tidak ada pintu yang terbuka, dan hindari nada suara yang keras.
  • Prinsip ini mutlak untuk menjaga martabat orang yang Anda kritik dan menciptakan suasana yang kondusif untuk percakapan yang konstruktif.

2. Mulailah dengan Kata atau Pujian yang Baik

Pendekatan awal yang positif menciptakan suasana bersahabat dan mengurangi resistensi.

  • Mulailah dengan memberikan apresiasi atau pengakuan atas hal-hal baik yang telah dilakukan.
  • Ibaratnya, "ciumlah dia sebelum Anda menendangnya." Pendekatan ini membantu kritik diterima sebagai masukan yang membangun, bukan serangan.

3. Fokus pada Perbuatan, Bukan Orangnya

Kritik harus diarahkan pada tindakan atau perilaku tertentu, bukan menyerang pribadi seseorang.

  • Hindari pernyataan yang bersifat personal atau menyinggung karakter.
  • Fokuslah pada apa yang perlu diperbaiki, misalnya: "Laporan ini kurang mendetail" daripada "Kamu selalu ceroboh."

4. Berikan Solusi, Bukan Sekadar Masalah

Kritik tanpa solusi adalah setengah langkah yang tidak efektif.

  • Ketika menunjukkan kesalahan, sertakan juga cara untuk memperbaikinya.
  • Misalnya, jika Anda mengatakan bahwa pendekatan seseorang salah, jelaskan langkah alternatif yang lebih baik.

5. Mintalah Kerja Sama, Bukan Menuntut

Permintaan yang sopan akan menghasilkan respons yang lebih baik dibandingkan tuntutan yang memaksa.

  • Gunakan bahasa yang mengundang partisipasi, seperti "Bagaimana jika kita mencoba cara ini bersama-sama?" daripada "Kamu harus melakukan ini."
  • Permintaan menciptakan rasa tanggung jawab bersama, sedangkan tuntutan cenderung memicu resistensi.

6. Batasi Kritik untuk Satu Pelanggaran

Kritik yang menumpuk atau mengungkit masa lalu hanya akan memperburuk situasi.

  • Kritik yang adil hanya dilakukan sekali untuk satu pelanggaran. Hindari mengulang-ulang poin yang sama, yang dapat membuat orang merasa tertekan atau tidak dihargai.

7. Akhiri dengan Perkataan yang Bersahabat

Penutup yang positif menciptakan kesan yang baik dan memperkuat hubungan.

  • Akhiri percakapan dengan semangat kolaborasi, seperti: "Kita sudah menyelesaikan masalah ini. Mari kita bekerja bersama untuk hasil yang lebih baik."
  • Hindari nada otoriter atau menggurui, seperti "Sekarang, perbaiki kesalahanmu."

Mengapa Kritik yang Tepat Sangat Penting?

Kritik yang dilakukan dengan benar tidak hanya memperbaiki kesalahan, tetapi juga memperkuat hubungan antarindividu. Dalam lingkungan kerja, kritik yang membangun dapat meningkatkan produktivitas, memperkuat rasa percaya diri, dan mendorong pertumbuhan pribadi serta profesional.

Namun, kritik yang salah penyampaiannya dapat merusak hubungan, menurunkan motivasi, dan menimbulkan konflik yang tidak perlu. Oleh karena itu, penting untuk mengingat bahwa kritik adalah seni, bukan sekadar tindakan spontan.


Kesimpulan: Membangun Melalui Kritik

Kritik yang efektif adalah bentuk komunikasi yang bertujuan untuk membangun, bukan meruntuhkan. Dengan mengikuti tujuh langkah di atas, Anda dapat memberikan kritik yang tidak hanya diterima dengan baik, tetapi juga menghasilkan dampak positif yang nyata. Kritik yang tepat tidak hanya memperbaiki kesalahan, tetapi juga menunjukkan kepedulian dan penghargaan terhadap orang yang Anda kritik.

Daftar Pustaka:

  • Les Giblin, Skill With People

Wednesday, March 27, 2013

Citizenship



Do Your Share
Do: Be a good citizen and a good neighbor • Care about and pursue the common good • Be a volunteer — help your school and community be better, cleaner and safer • Protect the environment by conserving resources, reducing pollution, and cleaning up after yourself • Participate in making things better by voicing your opinion, voting, serving on committees, reporting wrongdoing and paying taxes

Respect Authority and the Law
Do: Play by the rules • Obey parents, teachers, coaches and others who have been given authority • Observe just laws • Honor and respect principles of democracy


Daftar Pustaka:
  • "Six Pillars of Chracter" by Josephson Institute


Caring





Concern for Others
Do: Be compassionate and empathetic Be kind, loving, and considerate • Be thankful and express gratitude for what people do for you • Forgive others for their shortcomings
Don’t: Be mean, cruel or insensitive

Charity
Do: Be charitable and altruistic — give money, time, support, comfort without strings for the sake of making someone else’s life better, not for praise or gratitude • Help people in need

Daftar Pustaka:
  • "Six Pillars of Chracter" by Josephson Institute

Perbedaan LUTHERAN dan CALVINISME

Lutheranisme dan Calvinisme adalah dua tradisi utama dalam Reformasi Protestan yang muncul pada abad ke-16. Meskipun keduanya berbagi bebera...