Tuesday, November 03, 2015

Pedoman Hidup Dalam Kebenaran


Makna Kebenaran dalam Perspektif Teologi dan Kehidupan

Secara etimologis, kata "kebenaran" berakar pada kata dasar "benar." Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kebenaran sebagai “keadaan yang cocok dengan fakta atau kenyataan, sesuatu yang sungguh-sungguh, seperti suara hati, kejujuran, persetujuan, perkenan, atau hal yang sesungguhnya.” Definisi ini memberikan landasan dasar bahwa kebenaran berkaitan dengan integritas dan keselarasan antara fakta dan kenyataan yang obyektif.


Kebenaran dalam Alkitab

Dalam Bahasa Ibrani dan Yunani

Dalam bahasa Ibrani, kebenaran diterjemahkan sebagai tsadaq, yang berarti tindakan yang benar, adil, atau sesuai dengan kehendak Allah. Sementara dalam bahasa Yunani, digunakan kata dikaioo, yang merujuk pada tindakan menyatakan atau membenarkan seseorang. Istilah ini sering dipahami dalam konteks persidangan, di mana seseorang dinyatakan benar oleh otoritas yang sah.

Konsep ini tidak mengimplikasikan transformasi ke dalam kebenaran, melainkan pengakuan atas kebenaran. Dalam pengertian ini, Allah sebagai Hakim yang adil menyatakan umat-Nya benar melalui iman kepada Yesus Kristus (Roma 3:22).

Dalam Bahasa Inggris

Dalam bahasa Inggris, kebenaran diterjemahkan sebagai true, yang berarti sejati, tulus, dan sesuai dengan kenyataan. Makna ini mencerminkan pengharapan bahwa kebenaran haruslah berdiri teguh pada kenyataan obyektif yang tidak terdistorsi oleh kepalsuan.


Kebenaran dan Kehidupan Manusia

Dalam menjalani hidup, menjadi "orang baik" saja tidaklah cukup. Seperti yang sering ditekankan dalam prinsip teologi, "orang baik belum tentu benar, tetapi orang benar pasti baik." Kebenaran adalah standar moral dan spiritual yang lebih tinggi dari sekadar kebaikan.

Hidup dalam kebenaran memungkinkan seseorang untuk menjalani hidup dengan lebih mudah, penuh sukacita, dan damai sejahtera, karena ia hidup selaras dengan kehendak Allah. Seperti yang disampaikan dalam Mazmur 119:105, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." Firman Tuhan menjadi pemandu utama dalam menjalani hidup yang benar di tengah tantangan dunia.


Pedoman Hidup dalam Kebenaran

Untuk menjalani hidup yang mencerminkan kebenaran, Alkitab memberikan pedoman yang jelas. Dalam Titus 2:1-8, Paulus menguraikan instruksi spesifik untuk berbagai kelompok dalam komunitas gereja:

1. Pria yang Lebih Tua

  • Hidup sederhana: Tidak dikuasai oleh materialisme, melainkan fokus pada hal-hal kekal.
  • Hidup terhormat: Menjadi panutan dengan menjaga integritas dan karakter.
  • Bijaksana: Mengambil keputusan yang mencerminkan hikmat dan pengetahuan akan kehendak Allah.
  • Sehat dalam iman: Memelihara hubungan dengan Allah melalui iman yang teguh.
  • Kasih: Mengasihi sesama dengan tulus, tanpa pamrih.
  • Ketekunan: Tetap setia dalam menghadapi tantangan hidup dengan kesabaran dan keyakinan kepada Tuhan.

2. Wanita yang Lebih Tua

  • Hidup sebagai orang yang beribadah: Menunjukkan kesalehan dalam setiap aspek kehidupan.
  • Tidak memfitnah: Menjaga kata-kata agar membangun, bukan merusak.
  • Tidak menjadi hamba anggur: Menjauhkan diri dari kebiasaan yang merugikan, seperti kecanduan.
  • Cakap mengajarkan hal-hal baik: Menjadi mentor bagi generasi muda.

3. Kaum Muda

  • Menguasai diri: Mempraktikkan disiplin diri dalam segala aspek kehidupan.
  • Teladan dalam berbuat baik: Menunjukkan iman melalui tindakan nyata.
  • Jujur: Menjadi pribadi yang transparan dan dapat dipercaya.
  • Sehat dalam ajaran: Memelihara pemahaman doktrinal yang benar dan sesuai dengan Firman Tuhan.
  • Tidak tercela: Menjaga reputasi agar mencerminkan kemuliaan Allah.

Kebenaran yang Membebaskan

Yesus sendiri menegaskan dalam Yohanes 8:32, "Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Kebenaran adalah jalan menuju kebebasan sejati, membebaskan kita dari belenggu dosa, kebohongan, dan kebingungan dunia ini.

Hidup dalam kebenaran bukan hanya tentang mematuhi aturan, tetapi tentang hubungan yang intim dengan Allah, Sang Sumber Kebenaran. Hidup yang berakar dalam kebenaran Allah akan menghasilkan buah yang berlimpah, seperti yang digambarkan dalam Mazmur 1:3: "Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."


KESIMPULAN
Hidup dalam kebenaran adalah panggilan dan tujuan bagi setiap orang percaya. Dengan mengikuti pedoman yang diberikan dalam Firman Tuhan, setiap individu dapat menjalani kehidupan yang berkenan kepada-Nya, membawa dampak positif bagi sesama, dan menikmati sukacita sejati yang datang dari Allah sendiri.

Daftar Pustaka:

Ciri-Ciri Manusia Akhir Zaman



Keadaan Manusia Pada Akhir Zaman: Sebuah Refleksi Berdasarkan 2 Timotius 3:1-9

Dalam 2 Timotius 3:1-9, Rasul Paulus dengan tegas menggambarkan perilaku manusia pada akhir zaman. Gambaran ini memberikan peringatan yang jelas tentang bagaimana moralitas, wawasan keagamaan, dan motivasi hidup manusia akan menjadi tanda-tanda dari masa-masa sukar. Berikut ini adalah elaborasi yang lebih dalam mengenai peringatan ini, yang seharusnya menjadi bahan refleksi dan introspeksi bagi kita semua.

A. Perilaku Moral Mereka

  1. Mencintai Diri Sendiri dan Menjadi Hamba Uang
    Manusia akan terjebak dalam keserakahan, menempatkan kepentingan pribadi dan kekayaan di atas segalanya (1 Timotius 6:10). Kasih kepada sesama menjadi dingin, sementara obsesi terhadap materialisme melumpuhkan kasih kepada Tuhan (Matius 24:12).

  2. Membual dan Menyombongkan Diri
    Mereka mengagungkan diri sendiri dan mengabaikan Tuhan sebagai sumber segala berkat (Amsal 16:18). Kesombongan ini mencerminkan pemberontakan terhadap kedaulatan Tuhan dalam hidup mereka.

  3. Pemfitnah dan Berontak terhadap Orang Tua
    Pemfitnahan menjadi alat untuk merendahkan orang lain, dan ketidakpatuhan terhadap orang tua menunjukkan hilangnya rasa hormat kepada otoritas yang ditetapkan Allah (Keluaran 20:12).

  4. Tidak Tahu Berterima Kasih dan Tidak Mempedulikan Agama
    Rasa syukur memudar di tengah sikap egois. Ketidakpedulian terhadap agama mencerminkan penolakan terhadap Tuhan sebagai pusat kehidupan (Roma 1:21).

  5. Tidak Tahu Mengasihi dan Tidak Mau Berdamai
    Mereka kehilangan kasih sejati, yang adalah perintah utama Tuhan (Matius 22:37-39). Ketidakmauan untuk berdamai menciptakan konflik yang terus-menerus.

  6. Suka Menjelekkan Orang dan Tidak Dapat Mengekang Diri
    Ucapan mereka melukai orang lain (Yakobus 3:6), dan hidup mereka didominasi oleh hawa nafsu tanpa kendali.

  7. Garang dan Tidak Suka yang Baik
    Sifat mereka menjadi kasar, tidak menghargai apa yang baik, dan mengkhianati nilai-nilai kebenaran.

  8. Suka Mengkhianat dan Tidak Berpikir Panjang
    Pengkhianatan menjadi cara hidup mereka, tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang. Mereka bertindak sembrono dan berlagak tahu segalanya.

  9. Lebih Menuruti Hawa Nafsu daripada Menuruti Allah
    Hawa nafsu menjadi penguasa hidup mereka, menggantikan ketaatan kepada Allah. Seperti yang disebutkan dalam Roma 8:8, "Mereka yang hidup dalam daging tidak mungkin berkenan kepada Allah."


B. Wawasan Keagamaan Mereka

  1. Menjalankan Ibadah Secara Lahiriah
    Walaupun tampak religius, hati mereka jauh dari Tuhan. Mereka menyangkal kuasa Allah dalam kehidupan mereka, seperti yang dinyatakan dalam Matius 15:8, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku."
  2. Kekosongan Iman
    Keimanan mereka hanya di permukaan. Tidak ada transformasi sejati dalam hidup mereka karena mereka memungkiri kuasa injil yang membawa keselamatan.

C. Kekeranjingan Mereka Akan Pengikut

  1. Menyelundup ke Rumah Orang Lain
    Mereka memanfaatkan kelemahan orang lain untuk kepentingan pribadi, seperti perempuan-perempuan yang lemah dan dikuasai oleh dosa. Hal ini menunjukkan manipulasi dan niat jahat yang merusak.

  2. Selalu Ingin Diajar, tetapi Tidak Pernah Mengenal Kebenaran
    Kebenaran yang berasal dari Tuhan ditolak karena hati mereka keras dan tidak mau taat (Yohanes 8:32). Mereka mendengar tanpa mempraktikkan, dan iman mereka kosong tanpa perbuatan.

  3. Akal yang Bobrok dan Iman yang Tidak Tahan Uji
    Kebobrokan akal mereka menunjukkan ketidakmampuan untuk membedakan yang benar dan salah. Iman mereka gagal dalam ujian karena tidak didasarkan pada kebenaran Kristus (Yakobus 2:17).

  4. Kebodohan yang Nyata
    Paulus menegaskan bahwa kebodohan mereka akan menjadi nyata bagi semua orang, sebagaimana kebodohan Yanes dan Yambres yang melawan Musa (2 Timotius 3:8-9). Mereka tidak akan maju dalam hikmat Tuhan.


KESIMPULAN

Gambaran ini adalah cermin yang tajam untuk melihat keadaan hati dan perilaku manusia di akhir zaman. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang merusak ini. Filipi 4:8 mengingatkan kita untuk memikirkan semua yang benar, mulia, adil, suci, manis, dan sedap didengar.

Masa ini mengingatkan kita untuk tetap setia kepada Firman Tuhan, hidup dalam kasih, dan menjadi saksi Kristus di dunia yang semakin kehilangan arah.

Daftar Pustaka:


Monday, February 23, 2015

Arti Kebahagian Sejati



Kebahagiaan Sejati Menurut Alkitab: Sebuah Refleksi Berdasarkan Mazmur, Pengkhotbah, dan Wahyu

Filsuf Yunani Aristoteles pernah menyatakan, "Kebahagiaan adalah makna dan tujuan hidup, tujuan dan akhir eksistensi manusia." Namun, bagaimana pandangan Alkitab mengenai kebahagiaan sejati? Apakah kebahagiaan dapat dicapai semata-mata melalui usaha manusia seperti bekerja keras, mengumpulkan harta, atau mencapai keamanan duniawi?

Kebahagiaan Berdasarkan Standar Umum

Dalam kehidupan sehari-hari, kebahagiaan sering diukur dengan standar duniawi seperti:

  1. Berkat Keluarga
    Keluarga yang harmonis dianggap sebagai pilar kebahagiaan. Mazmur 144:12 menggambarkan kebahagiaan dalam keluarga dengan anak-anak seperti tunas yang tumbuh subur dan putri-putri yang indah seperti tiang-tiang istana.

  2. Berkat Ekonomi (Kecukupan)
    Kemakmuran sering menjadi ukuran kebahagiaan. Mazmur 144:13-14 menyebutkan lumbung yang penuh dan kawanan ternak yang beranak banyak sebagai simbol kesejahteraan ekonomi.

  3. Berkat Keamanan (Pemeliharaan)
    Kehidupan yang aman dan tenteram tanpa ancaman eksternal juga dianggap sebagai kebahagiaan. Mazmur 144:14-15 menegaskan bahwa kebahagiaan datang saat tidak ada bencana, serangan musuh, atau penderitaan di tengah masyarakat.

Namun, meskipun ketiga hal ini penting, kebahagiaan yang hanya didasarkan pada berkat-berkat tersebut adalah kebahagiaan yang bersifat sementara. Raja Salomo dalam Pengkhotbah 2:4-11 dengan tegas menyatakan bahwa kebahagiaan yang bersumber dari usaha manusia, kekayaan, dan kenikmatan duniawi adalah sia-sia dan tidak lebih dari usaha menjaring angin.


Konsep Kebahagiaan yang Sejati Menurut Firman Tuhan

Kebahagiaan sejati tidak bergantung pada hal-hal duniawi, tetapi pada hubungan dengan Tuhan. Rasul Yohanes dalam Wahyu 1:3 memberikan panduan kebahagiaan yang benar:

  1. Berbahagia adalah membaca Firman Tuhan
    Membaca Firman Tuhan memberikan hikmat dan pengertian untuk hidup yang bermakna (Mazmur 19:8).

  2. Berbahagia adalah mendengar Firman Tuhan
    Firman Tuhan yang didengar dengan iman membangun pengharapan dan kekuatan dalam menghadapi kehidupan (Roma 10:17).

  3. Berbahagia adalah menuruti Firman Tuhan
    Ketaatan kepada Firman Tuhan membawa sukacita sejati, karena dalam taat terdapat perkenanan Allah (Yohanes 15:10-11).


Tanda-Tanda Kebahagiaan Sejati

Menurut Mazmur 119:1-3, kebahagiaan sejati memiliki tanda-tanda berikut:

  1. Hidup Tidak Bercela dan Taat kepada Hukum Tuhan
    Orang yang hidup dalam kebenaran akan merasakan damai sejahtera yang melampaui segala pengertian (Filipi 4:7).

  2. Hidup Mengikuti Perintah Tuhan dengan Sepenuh Hati
    Mengenal Tuhan secara pribadi menjadi prioritas, sehingga setiap langkah hidup dipimpin oleh-Nya (Mazmur 37:23).

  3. Hidup Menurut Kehendak Tuhan dan Menjauhi Kejahatan
    Ketaatan ini menjadikan hidup berbuah dan membawa berkat bagi orang lain (Galatia 5:22-23).

  4. Mengenal Tuhan dan Dikenal oleh-Nya
    Kebahagiaan sejati ditemukan dalam hubungan yang intim dengan Tuhan Yesus, sebagaimana Yesus berkata, "Akulah gembala yang baik, dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku" (Yohanes 10:14).


Kesimpulan: Kebahagiaan dalam Hubungan dengan Kristus

Kebahagiaan sejati tidak bergantung pada apa yang kita miliki, tetapi pada siapa yang kita ikuti. Seperti yang ditegaskan oleh Mazmur 16:11, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa."

Orang yang bergaul dengan Tuhan dan berjalan bersama-Nya akan menemukan sukacita yang tidak tergantikan oleh hal-hal duniawi. Kebahagiaan sejati adalah hidup yang dipenuhi oleh kasih dan kehadirat Tuhan Yesus dalam hidupnya..


Daftar Pustaka:

Sunday, January 04, 2015

STILL /Be Still My Soul By Don Moen


TENANG

Lingkupiku Dengan Sayap-Mu
Naungiku Dengan Kuasa-Mu

Reff :
Disaat Badai Bergelora
Ku Akan Terbang Bersama-Mu
Bapa Kau Raja Atas S'mesta
Ku Tenang Sebab Kau Allahku

Jiwaku Tenang Dalam Kristus
Hingga Kuasa-Nya Dalam Keheningan



Oktober 2008 bersama dengan dr. Steven Hanson MD
(Region 7 Field Officer) dari The Gideons International


Daftar Pustaka :

Perbedaan LUTHERAN dan CALVINISME

Lutheranisme dan Calvinisme adalah dua tradisi utama dalam Reformasi Protestan yang muncul pada abad ke-16. Meskipun keduanya berbagi bebera...